Minggu, 14 Juni 2009
Penutup
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan oleh kelompok kami dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Poster dalam sebuah acara merupakan salah satu media yang penting yang digunakan sebagai alat untuk mempromosikan suatu acara, untuk itu poster yang di buat harus mewakili tema, dan maksud dari acara tersebut.
2. Komposisi sangat mempengaruhi ketertarikan masyarkat akan sebuah poster. Pemilihan warna, jenis tipografi, gambar ilustrasi, visual, elemen-elemen pendukung yang digunakan serta tata cara peletakannya dapat menentukan keindahan karya yang akan dihasilkan.
3. Untuk mewujudkan suatu tampilan visual yang baik ada beberapa unsur yang diperlukan contohnya garis, titik, bidang, ruang, warna, dan tekstur.
Saran-saran
1. Sebaiknya para desainer grafis lebih sering mencari referensi poster dari berbagai negara agar dapat meningkatkan kualitas poster Indonesia.
2. Dari pengamatan ini juga diharapkan di setiap poster yang dibuat dapat di tarik benang merah antara sebuah acara dengan poster yang notabene berguna untuk menarik khalayak ramai agar tertarik menghadiri acara tersebut.
3. Poster yang baik tidak harus menggunakan sesuatu yang kasar atau vulgar. Karena itu sebaiknya poster yang dibuat tidak mengandung SARA, kekerasan dan lebih mendidik.
Analisa Poster
Poster JIFFEST 2007
Kami akan menganalisa unsur-unsur yang terdapat di dalam poster JIFFEST tahun 2007. Poster ini akan kami analisa berdasarkan beberapa landasan teori yang kami kumpulkan pada Bab II.
Dalam poster JIFFEST 2007 ini dapat dilihat dari segi warna,dalam poster ini terdapat warna-warna yang colourfull yang di dominasi oleh warna kuning sebagai bakground dari poster ini. Dari warna-warna yang dipakai dapat terlihat tema yang diangkat untuk JIFFEST tahun 2007, yaitu keceriaan.
Tingkat kontrast warna yang terdapat dalam poster JIFFEST 2007 terlihat seimbang. Diantara dominasi warna kuning dan merah membuat keterbacaan dalam poster tersebut sangat baik. Disetiap warna yang terdapat didalam poster JIFFEST 2007 memiliki arti masing-masing, yaitu :
• Kuning : kehangatan, kegembiran, keceriaan, kemeriahan, semangat, pencerahan.
• Merah : berani, dinamis, semangat, emosional.
• Biru : tenang, kalem, sendu, melankolis, irama
• Merah Muda : cinta, romantis
• Hijau : natural, kepercayaan, pengharapan, bersih, sejuk, kedamaian, rileks
Warna – warna yang dipakai dalam poster JIFFEST 2007 ini saling melengkapi arti dari tema JIFFEST 2007 ini. Terciptanya kesan yang ceria, bersemangat, penuh kedamaian dan juga dinamis, sesuai dengan tema – tema film yang diputar pada JIFFEST 2007.
Poster JIFFEST 2007 menggunakan gambar kuda sebagai ikon dari poster. Gambar kuda dalam poster ini menggambarkan bahwa perkembangan dunia perfilman di Indonesia semakin berkembang pesat seperti kuda yang sedang berlari. Rumput-rumput yang berada di bawah kuda digambarkan sebagai rol-rol film.
Didalam gambar kuda itu sendiri, terdapat banyak garis- garis lengkung yang mempunyai arti lemah, lembut dan mengarah. Membuat suatu gambar ornamen yang mempunyai arti banyak menampilkan hal baru. Di tahun ini JiFFest lebih menampilkan film-film yang bervariasi dan variatif.
Proporsi yang ditampilkan pada poster ini agak lebih berat kebawah karena obyek utama terlihat terlalu dekat dengan ornamen pelengkap dari poster JIFFEST 2007.
Poster ini memiliki keseimbangan layout yang formal atau simetris. Bisa dilihat dari komposisinya yang konservatif, rapi dan tidak terlalu ‘bermain’.
Pemilihan warna pada huruf yang terdapat di dalam poster JIFFEST 2007, kurang memiliki kekuatan dalam keterbacaan, dikarenakan warna yang terdapat pada huruf memiliki kekuatan warna yang sama dengan background dari poster, sehingga mengakibatkan kelemahan dalam penyampaian pesan pada masyarakat.
Teori Poster
Dalam penelitian kali ini ada beberapa teori – teori yang di butuhkan dalam poster. Dan teori – teori ini mendukung ada keseimbangan dalam rancangan poster JIFFEST 2007.
Poster
Poster adalah gambar pada selembar kertas berukuran besar yang digantung atau ditempel di dinding atau permukaan lain. Poster merupakan alat untuk mengiklankan sesuatu, sebagai alat propaganda dan protes serta maksud-maksud lain untuk menyampaikan berbagai pesan. Selain itu poster juga dipergunakan secara perorangan sebagai sarana dekorasi yang murah meriah terutama bagi anak muda
Komponen Poster
Komponen Poster ( Kuantitatf ) terdiri sbb:
a. Elemen Visual (Nirmana)
b. Tipografi (Copywritting)
c. Warna
VISUAL
Komunikasi visual adalah komunikasi yang menggunakan bahasa visual, di mana unsur bahasa visual yang menjadi kekuatan utama dalam penyampaian pesan adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dan dipakai untuk menyampaikan arti, makna atau pesan
Menurut Charlotte Jirousek. Warna adalah salah satu elemen paling kuat diantara elemen desain lainnya karena warna dapat mengekspresikan kualitas dengan baik dan jelas. Mengerti akan fungsi warna sangatlah penting untuk kompoisisi dalam desain dan karya seni. Penelitian pasar telah melakukan studi akan respon emosi manusia terhadap warna. Beberapa dari respon terlihat kuat dan universal bagaimanapun juga besar dari informasi ini terpengaruh oleh kultur budaya. Kita tahu bahwa tradisi budaya memberikan karakter yang kuat pada warna sehingga hal ini dapat membedakan kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
- Sifat Warna.
Mengamati fungsi warna untuk keselamatan umum melalui pengetahuan kesenirupaan, kita perlu memperhatikan kembali aspek-aspek warna dengan sifat penampilannya. Penggambarannya dalam suatu skema yang kaitan keseluruhan ialah sebagai berikut :
WARNA SIFAT KARAKTERISTIK PERINGATAN
PERINTAH
Merah
Panas Berani, marah, perang, bahaya, dinamis, jantan, semangat, vitalitas, emosional, sensual
Bahaya
Jingga Panas Keinginan dan perkembangan Bahaya, hati-hati
Kuning
Panas Kehangatan, kegembiran, keceriaan, kemeriahan, semangat, pencerahan
Hati-hati
Hijau
Dingin Natural, keyakinan, kepercayaan, pengharapan, bersih, sejuk, kedamaian, rileks
Aman
Biru
Dingin Tenang, kalem, sendu, melankolis, irama, kesunyian, ilmu
Aman
Ungu
Dingin Kemuliaan, kebesaran, kejayaan, kemewahan, kekuatan, kemandirian
Aman
Kuning emas Panas Kemewahan, kejayaan, keagungan, kemuliaan Hati-hati
Cokelat Panas Dramatis, hangat, bersahabat Aman
Hitam Panas Sengsara, bencana, berkabung, kegelapan, misteri Bahaya, Hati-hati
Putih Dingin Suci, bersih, mahal, segar, murni, manis, sportif Aman
Abu-abu Dingin Maskulin, daya tarik, serius Hati-hati
Pastel Dingin Akrab, manis, hangat, lembut, feminim, romantis, cinta Aman
- Frekuensi Getaran Warna
Seperti layaknya gelombang suara, gelombang cahaya memiliki panjang frekuensi yang berbeda-beda. Semakin muda sebuah warna, semakin tinggi pula nilai frekuensinya. Jarak gelombang-gelombang ini menentukan presepsi dari warna. Beberapa pigmen menyerap frekuensi cahaya tertentu dan memancarkan frekuensi gelombang cahaya lainnya. Pantulan frekuensi cahaya tersebut kita lihat sebagai warna.
Warna-warna yang setingkat seperti warna merah dan hijau memiliki tingkat keterbacaan yang terbatas. Mereka memiliki nilai warna hitam dan putih yang serupa sehingga panjang gelombang mereka menimbulkan getaran. Perpaduan warna apapun yang memiliki nilai hitam dan putih yang serupa, meskipun tidak timbul getaran akan memiliki tingkat keterlihatan yang rendah. Meskipun warna kuning dan ungu merupakan warna yang setingkat, mereka memiliki perbedaan yang tinggi dalam nilai hitam dan putihnya sehingga mereka memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi.
- Garis
Garis dianggap sebagai unsur visual yang banyak berpengaruh terhadap pembentukan suatu objek sehingga garis, selain dikenal sebagai goresan atau coretan juga menjadi batas limit suatu bidang atau warna. Ciri khas garis adalah terdapatnya arah serta dimensi memanjang. Garis dapat tampil dalam bentuk lurus, lengkung, gelombang, zigzag, dan lainnya. Kualitas garis ditentukan oleh 3 hal yaitu orang yang membuatnya, alat yang digunakan serta bidang dasar tempat garis digoreskan.
Goresan garis memiliki arti/kesan yang berbeda :
Garis tegak: kuat, kokoh, tegas dan hidup
Garis datar: lemah tidur dan mati
Garis lengkung: lemah, lembut, mengarah
Garis patah: tegas, tajam, hati-hati, naik turun
Garis miring: sedang, menyudutkan
Garis berombak: halus, lunak, berirama
Dalam buku Teori Dasar Disain Komunikasi Visual (1999 hal.6). Bentuk atau form digunakan untuk menyatakan suatu bangun atau suatu bangun atau shape yang tampak dari suatu benda, khususnya untuk benda-benda yang sifatnya dua dimensional. Istilah “massa” lebih dikaitkan dengan benda-benda yang berbentuk dua maupun tiga dimensional. Bentuk atau form adalah tubuh atau massa yang berisi garis-garis. Sedangkan garis adalah bagian tepi atau garis pinggir bentuk suatubenda atau biasa disebut “kontur benda”. Kontur memperlihatkan kepada kita bangun atau gerak dari bentuk itu sendiri.
Ilustrasi
Ilustrasi menurut definisinya adalah seni gambar yang dimanfaatkan untuk memberi penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual. Ilustrasi dapat dipergunakan untuk menampilkan banyak hal serta berfungsi antara lain:
- Memberikan gambaran tokoh atau karakter cerita
- Menampilkan beberapa contoh item yang diterangkan dalam suatu buku pelajaran (text book)
- Mevisualisasikan langkah demi langkah pada sebuah instruksi dalam panduan teknik
- Atau sekedar membuat pembaca terseyum atau tertawa
Prinsip Utama Desain
Menurut Tom Lincy (dalam Design Principle for Desktop Publishing), ada 5 prinsip utama desain, yaitu : proporsi (proportion), keseimbangan (balancing), kontras (contrast), irama (rhythm), kesatuan (unity). Namun prinsip itu disederhanakan menjadi 4 prinsip oleh Robin Williams dalam The Non Designer’s Design Book, yaitu : kontras (contrast), perulangan (repetition), peletakan (alignment), kesatuan atau fokus (proximity).
- Proporsi
- Keseimbangan
- Kontras / Fokus
- Irama
- Kesatuan
Tipografi
Tipografi merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.
Dikenal pula seni tipografi, yaitu karya atau desain yang menggunakan pengaturan huruf sebagai elemen utama. Dalam seni tipografi, pengertian huruf sebagai lambang bunyi bisa diabaikan.
Jenis huruf
Secara garis besar huruf-huruf digolongkan menjadi:
• Roman, dengan ciri memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.
• Egyptian, dengan ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan adalah kokoh, kuat, kekar dan stabil.
• Sans Serif, dengan ciri tanpa sirip/serif, dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien.
• Script, merupakan goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifast pribadi dan akrab.
• Miscellaneous, merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.
Efektivitas Penggunaan Tipografi
Tidaklah mudah untuk merancang sebuah pesan yang baik, ada kaidah- kaidah estetik yang harus dianut. Perlu diketahui bahwa huruf memiliki energi yang dapat mengaktifkan gerak mata. Energi ini dapat dimanfaatkan secara positif apabila dalam penggunaannya senantiasa diperhatikan kaidah-kaidah estetik seperti kenyamanan keterbacaannya, serta interaksi huruf terhadap ruang dan elemen - elemen visual di sekitarnya.
Pengertian kualitas huruf atau naskah dalam tingkat kemudahannya untuk dibaca biasa disebut sebagai legibility. Tingkat keterbacaan ini tergantung kepada tampilan bentuk huruf secara fisik, ukuran serta penataannya dalam sebuah naskah. Eksekusi terhadap sebuah desain tipografi akan mencapai hasil yang maksimal apabila melampaui proses investigasi terhadap makna dari sebuah naskah, alasan-alasan mengapa naskah tersebut harus dibaca, kapan dan di mana akan dibaca, serta siapa yang membacanya.
Sesungguhnya mata kita dapat mengenal bentuk huruf walaupun hanya setengah bagian ke atas dari fisik huruf tersebut yang tampil. Huruf jenis serif lebih memiliki karakter pada setengah bagian ke atas dibandingkan dengan sans serif, oleh karena itu huruf serif lebih mudah dibaca. Melihat dari segi fungsinya, serif bertindak sebagai pengait yang secara maya dapat menjembatani ruang antara huruf yang satu dan yang lain. Oleh karena itu, huruf serif dapat menyebabkan kerja mata menjadi lebih ringan pada saat membaca naskah dengan jumlah kata yang banyak.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap legibility adalah kerning dan tracking. Yang dimaksud dengan kerning adalah ukuran jarak antar huruf sedangkan tracking adalah interval ruang antarkata. Susunan huruf yang terlalu rapat akan mengaburkan bentuk huruf sedangkan susunan huruf yang terlalu renggang akan sangat mempengaruhi kecepatan membaca.
Kerning atau tracking positif diperlukan untuk huruf-huruf yang dicetak dalam ukuran kecil. Hal ini diperlukan untuk mengurangi kepekatan ruang serta memudahkan pengenalan terhadap huruf yang tercetak kecil. Selain interval ruang antarhuruf atau kata, yang juga perlu diperhatikan adalah interval ruang antarbaris.
Penyesuaian interval ruang antarbaris dapat membantu kecepatan dan kenyamanan membaca. Interval ruang yang terlalu sempit atau terlalu besar akan memakan waktu lebih lama bagi mata kita dalam menemukan atau menyambung pada baris-baris kata selanjutnya.
Legibility merupakan permasalahan yang kompleks, keberhasilan legibility dapat dilihat dari banyak faktor. Pendekatan terhadap masalah tipografi dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni tipografi mikro dan tipografi makro .
Hal-hal yang dilihat dari tipografi mikro adalah visual rancangan huruf secara mendasar, seperti desain tata-letak serta eksekusi-eksekusi visual yang terdiri dari perhitungan besar huruf, leading, dan kerning. Sedangkan tipografi makro lebih menyangkut kepada pengintegrasian permasalahan strategi kreatif mulai dari konsep desain, fiilosofi, kaitan huruf dengan sejarah, sasaran khalayak, serta penggunaan huruf sebagai sebuah solusi komunikasi.
Legibility dan Keterbacaan
Legibility adalah tingkat keterdeteksian huruf saat dipotong dengan ekstrim hingga bagian tertentu yang masih bisa dikenali. Legibility menentukan tingkat keterbacaan huruf dalam kondisi yang sulit, seperti saat digerakkan dalam kecepatan tinggi, cahaya remang, dan lain-lain.
Legibility dipengaruhi oleh:
1. Kerumitan desain huruf
2. Penggunaan warna
3. Frekuensi pengamat menemui huruf tersebut dalam kehidupan sehari-hari
Tingkat keterbacaan adalah kemudahan suatu susunan huruf terbaca berdasarkan susunan huruf, kerapatan, besar huruf, dan kerumitan kalimat
Teori Promosi
Di dalam buku yang berjudul Dimension of Tourism karangan Joseph D. Friedgen disimpulkan bahwa promosi merupakan kegiatan komunikasi antara pihak penjual dengan pihak pembeli potensial. Di dalam kegiatan komunikasi ini terdapat pesan -- pesan yang bersifat informatif dan persuasif yang hendak disampaikan oleh penjual kepada konsumen potensial sehingga mereka dapat terpengaruh untuk melakukan sesuatu (1996,266 -277).
Ada beberapa teknik promosi yaitu: Personal SelIing, Advertising, Publicity and Public Relation, Word of Mouth, dan Sales Promotion (Joseph D. Fridgen, 1996). Berikut ini penulis akan memberikan uraian tentang tiap - tiap teknik promosi.
Personal Selling
Definisi Personal Selling menurut Joseph D. Fridgen adalah: “ to buy Personal Selling refers So face So face interactions designed to persuade a customer a product or service”( 1996,267). Bila diterjemahkan secara bebas, maka yang dimaksud dengan Personal Selling adalah sesuatu kegiatan yang lebih banyak mengacu kepada interaksi tatap muka yang bertujuan untuk mempengaruhi atau membujuk konsumen untuk membeli suatu barang atau jasa dengan cara yang sangat halus.
Selain bertujuan untuk mempengaruhi konsumen, Personal Selling juga bertujuan untuk menjalin suatu hubungan antara sales person dengan konsumen. Hal ini bisa juga disebut dengan Personal Touch, karena konsumen yang diberi personal touch akan lebih merasa tersanjung karena mereka diperhatikan.
Maka dari itu para sales person harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik dan juga pengetahuan yang luas, baik mengenai produk dan jasa yang akan dijual maupun tentang pengetahuan - pengetahuan di luar hal tersebut, sehingga pihak konsumen akan senang dan akhirnya akan antusias dalam menanggapi para sales person.
Advertising
Advertising atau periklanan merupakan suatu aktivitas yang sangatlah penting dilakukan oleh para pelaku bisnis hiburan pub & cafe untuk mempertahankan keberadaannya. Secara mendasar kegiatan periklanan dirumuskan sebagai pesan yang bersifat informatif yaitu memberikan informasi tentang adanya penawaran suatu barang atau jasa kepada masyarakat dan bersifat persuasif yaitu membujuk atau mempengaruhi masyarakat supaya membeli barang atau jasa tersebut.
Menurut teori Warren J. Keegan, Sandra E. Moriarty, dan Thomas R. Duncan (1995,564) yang menyatakan bahwa" Another function of advertising is to announce the activity or offer and intensify, excitement about it ". Hal ini berarti : bahwa iklan mendukung penjualan, sebagian besar iklan ini berfungsi untuk menginformasikan kegiatan atau memberikan tawaran dan membuat lebih hebat tentang produk tersebut". Untuk mencapai tujuan tersebut ada 3 tahap yang harus dilakukan (1995,571 - 574), yaitu:
Media Strategy
Pendanaan untuk membeli sebuah media harus dilakukan dengan tepat dan cermat sehingga biaya tersebut digunakan secara efektif dan dapat mencapai konsumen, karena itu seorang media planner harus merinci secara jelas siapa target konsumen yang akan dituju, daerah mana yang akan dicapai, kapan saja waktu penayangan iklan, bagaimana iklan sebagai alat komunikasi dapat menghasilkan suatu bentuk yang kreatif dan menarik, dan berapa banyak biaya yang akan dibelanjakan untuk penayangan iklan tersebut.
Media Objective
Ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam tahapan ini, yaitu:
a. Reach atau pencapaian, artinya adalah rata - rata jumlah audience yang bisa dicapai oleh iklan paling sedikit 1 kali dalam 1 periode waktu.
b. Frequency atau intensitas, artinya adalah jumlah rata - rata selama periode waktu dimana iklan itu dapat dilihat oleh pemirsa yang telah dicapai. Seorang media planner harus menentukan produk yang akan diiklankan termasuk jenis produk baru yang perlu mendapatkan perhatian dari masyarakat banyak atau termasuk jenis produk lama yang sedang mengalami persaingan ketat dengan produk lain, sehingga ia dapat mengetahui akan mengambil langkah reach atau frequency.
Media Selection
Ada 4 media iklan yang biasanya digunakan oleh suatu perusahaan untuk mempromosi kan produknya, yaitu: Surat kabar, majalah, radio dan pos langsung. Masing - masing media iklan tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam mencapai tujuannya.
Pendahuluan
Poster
Poster adalah gambar pada selembar kertas berukuran besar yang digantung atau ditempel di dinding atau permukaan lain. Poster merupakan alat untuk mengiklankan sesuatu, sebagai alat propaganda dan protes serta maksud-maksud lain untuk menyampaikan berbagai pesan. Selain itu poster juga dipergunakan secara perorangan sebagai sarana dekorasi yang murah meriah terutama bagi anak muda. (Ensiklopedia Wikipedia)
• Poster adalah iklan atau pengumuman yang diproduksi secara masal. Poster pada umumnya dibuat dengan ukuran besar di atas kertas untuk didisplay kepada khalayak. Sebuah poster biasanya berisi gambar ilustrasi degan warna-warna yang indah dan beberapa teks maupun memuat trademark. Sebuah poster biasanya berguna secara komersial untuk mengiklankan suatu produk, suatu kegiatan, acara entertainment, even-even tertentu maupun sebagai alat propaganda. Namun banyak juga poster yang dibuat hanya untuk tujuan seni maupun sebagai hiasan. (Ensiklopedia Encarta – edisi 2004).
• Poster adalah satu bagian seni grafis yang memiliki gaya, aliran, maupun trend tersendiri yang tidak lepas dari tingkat penguasaan teknologi serta gaya hidup dari suatu zaman. Oleh karena poster dibuat untuk menyampaikan pesan atau informasi, maka poster menjadi elemen dalam Desain Komunikasi Visual.
Pergerakan Poster JIFFEST
1999: Lahirnya Sebuah Festival Film Internasional di Jakarta
Setahun setelah jatuhnya Orde Baru (Mei 1998), semangat perubahan masih hangat terasa. Bagi pecinta film seperti Shanty Harmayn dan Natacha Devillers yang saat itu bekerja sama di Salto Films dan bermukim di Jakarta, ada pertanyaan besar yang mengusik: “Kapan saatnya Jakarta memiliki festival film berskala Internasional?” Saat itu Singapore International Film Festival (SIFF) telah berusia 12 tahun, sementara Pusan International Film Festival (Korea) meski baru berusia tiga tahun mulai menarik perhatian kalangan perfilman Asia dan dunia. Thailand dan Filipina juga sudah meluncurkan festival film internasional mereka: Bangkok International Film Festival (September 1998) dan Cinemanila (Juli 1999). Shanty Harmayn dan Natacha Devillers pun memutuskan untuk mewujudkan Jakarta International Film Festival (JIFFEST) di bulan November tahun 1999.
Selama delapan hari (20-28 November 1999), JIFFEST menghadirkan 65 judul film dari beragam negara, termasuk Indonesia. Shanty Harmayn dan Natacha Devillers menulis di kata sambutan mereka, “Penonton yang terhormat, Andalah masa depan Jakarta International Film Festival dan kunci kebangkitan industri film nasional, karena pembuat film yang baik hanya bisa dilahirkan dari penonton yang baik pula.” Dan sejarah JIFFEST pun mencatat, pada tahun perdana kehadirannya tak kurang dari 18 ribu penonton menyaksikan film-film pilihan dari 25 negara. Di akhir festival, film dokumenter mengenai Indonesia produksi Belanda arahan sutradara Bernie IJdis, “Jalan Raya Pos” terpilih sebagai film yang paling diminati penonton saat itu.
2000: Jiffest di Milenium baru
Pada penyelenggaraan Jakarta International Film Festival yang kedua (3-12 November 2000), jumlah film meningkat menjadi 104 judul (31 negara). Di tahun ini, JIFFEST juga menjadi ajang pemutaran perdana tiga film layar lebar arahan para sutradara muda Indonesia: (1) “Pachinko” (sutradara: Harry Dagoe Suharyadi), (2) “Culik” (sutradara: Teddy Soeriaatmadja), (3) “Sebuah Pertanyaan untuk Cinta” (sutradara: Enison Sinaro). Selain itu JIFFEST menghadirkan segmen “Indonesia Through Foreign Lenses”.
Kali ini, JIFFEST berhasil mengundang minat 32 ribu penonton. Film karya sutradara Australia, Peter Weir, “The Year of Living Dangerously” (tentang kejatuhan presiden Sukarno) menjadi pilihan mayoritas penonton. Dua film Iran, “Leila” (tentang seorang istri yang mandul, karya sutradara Dariush Mehrjui) dan “The Blackboard” (kisah perjuangan seorang guru, karya sutradara Samira Makmalbaf) juga masuk ke dalam “Top List” penonton.
2001: Mempertanyakan Identitas Indonesia Melalui Film
Tahun 2001, JIFFEST (26 Oktober- 10 November) menyajikan 103 judul film dari 32 negara. Tema Jakarta International Film Festival kali ini adalah “Indonesian Identity through Film: Past and Present.” Tantangan tahun ini adalah naiknya harga tiket dari Rp. 7500 di tahun-tahun sebelumnya menjadi Rp. 12500. JIFFEST yang tahun ini menapaki tahun ketiga menghadirkan segmen “Issues in Islamic Contemporary Society”. Kali ini JIFFEST hanya mengadakan pemutaran perdana untuk satu judul film Indonesia, “Viva Indonesia” (karya bersama: Nana Mulyana, Lianto Luseno, Ravi Bharwani, Asep Kusdinar).
Di antara tamu JIFFEST, hadir sutradara Iran Jafar Panahi (“The Circle”-berkisah tentang lingkaran setan yang dihadapi tiga perempuan setelah keluar dari penjara). Keragaman minat penonton terlihat dari pilihan-pilihan utama mereka kali ini, di posisi puncak “Top List” terpilih film, “Me, You, Them” (sutradara: Andruscha Waddington, Brazil) sebuah drama komedi tentang seorang perempuan dan petualangan cintanya yang nekat. Penonton juga memilih, “The Circle”, “Amelie” (Jean-Pierre Jeunet, Perancis), dan “Dancer in the Dark” (Lars Von Trier, Denmark). Jumlah penonton tahun ini mencapai lebih dari 43 ribu orang.
2002: Perayaan Keragaman Budaya
Memasuki tahun keempat penyelenggaraannya (24 Oktober- 3 November), Jakarta International Film Festival menawarkan 120 judul film dari 29 negara. Pada tahun ini dialog antara para pembuat film dan penonton (segmen “Meet the Filmmaker”) diadakan di Goethe House. Penonton menaruh minat besar pada film dokumenter arahan James Nachtwey (Swiss),“The War Photographers”. Ajang pertemuan dengan James Nachtwey dipadati para peminat film juga para fotografer profesional. Film “Tato” arahan Hanny Saputra menjadi film Indonesia satu-satunya yang diputar secara perdana di JIFFEST kali ini.
Selain James Nachtwey beberapa tamu JIFFEST tahun ini antara lain Phillip Cheah (director SIFF) dan Anuragh Singh (sutradara, India), dan Vicenzo Marra (Italia). Jumlah penonton mendekati angka 19 ribu.
2003: Memahami Perubahan
Tahun kelima Jakarta International Film Festival (14 Oktober-19 Oktober) adalah penyelenggaraan JIFFEST yang tersingkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Penyelenggara mengalami kesulitan pendanaan. Hal ini dipicu oleh peristiwa besar dalam negeri seperti meledaknya bom di Bali. Sementara tragedi meledaknya Twin Towers pada tanggal 11 September 2002 masih segar di dalam ingatan siapapun. Beragam kesulitan yang dihadapi penyelenggara nyaris membatalkan kehadiran JIFFEST 2003. Belum lagi adanya ancaman bom di beragam kota di Indonesia yang mengakibatkan keengganan masyarakat untuk keluar rumah. Namun dukungan dari beragam pihak juga tak kalah kuat, meski pendanaan tetap tak memungkinkan untuk menggelar JIFFEST dalam skala besar. Penyelenggara menyadari bagaimanapun komitmen JIFFEST terhadap penonton tak bisa dipungkiri. Akhirnya, ditempuh jalan tengah: menyelenggarakan JIFFEST dalam skala sederhana. Keprihatinan ini juga tercermin dari tema-tema film yang diputar di JIFFEST kali ini, seperti “Bowling for Columbine” (Michael Moore, USA) dan “11 September” (Perancis). Berbeda dari sebelumnya, JIFFEST tahun kelima tidak berupaya sekedar menghibur tapi justru mengajak penonton untuk bercermin pada realita sosial yang terjadi saat itu. Di posisi film terfavorit tahun itu adalah “Magdelene Sisters” (Peter Mullan, Inggris), sebuah drama bernuansa ‘gelap’ tentang para murid wanita di sebuah asrama Katolik. Penonton kali ini berjumlah sekitar 7400 orang.
2004: Semangat Anak Muda
Tahun 2004 (3-12 Desember), JIFFEST kembali dengan semangat baru dibandingkan tahun sebelumnya. Tak ada lagi satu tema yang dipilih untuk penyelenggaraan JIFFEST kali ini. Dari hasil evaluasi, pemilihan satu tema ternyata justru terasa membatasi keragaman pemilihan film dan programming pada umumnya. JIFFEST tetap memilah film-film dan aktifitasnya ke dalam beberapa segmen. Kali ini segmen yang diangkat adalah “Spirit of Youth”. Tema ini dipilih karena film-film bertema anak muda, khususnya remaja saat itu sedang mengalami ‘booming’ baik di dalam maupun di luar negeri. Kontribusi pembuat film muda terhadap industri film juga jelas terlihat, dan tema ‘coming of age’ di beragam negara dianggap menarik untuk diamati. Sebanyak 133 judul film dari 35 negara diputar sepanjang JIFFEST keenam ini. Film “Dirty Pretty Thing” yang bercerita tentang nasib kaum pendatang di Inggris (arahan Stephen Frears, Inggris) jadi pilihan mayoritas penonton. Film Indonesia yang diputar tahun ini adalah”Yasujiro Journey” arahan Faozan Riza dan “Impian Kemarau” (“The Rainmaker”) karya Ravi Bharwani. Pemutaran perdana internasional “Impian Kemarau” dilangsungkan di Pusan pada bulan Oktober.
Salah satu tamu istimewa kali ini adalah sutradara Korea, Lee Chang Dong yang tak hanya membawa film-filmnya ke hadapan penonton Indonesia (“Green Fish”, “Peppermint Candy”, “Oasis”) tapi juga berbagi pengalaman mengenai bangkitnya industri perfilman Korea. Perjumpaan Lee Chang Dong dengan para pembuat film Indonesia memberikan kontribusi pada kelahiran konsep ‘komite sinema’ di Indonesia yang masih sedang dicoba untuk dirumuskan dan digarap bersama oleh para pembuat film tanah air. JIFFEST 2004 ini dihadiri sekitar 26 ribu penonton.
2005: Bagian Khusus Untuk Fim Dokumenter
Festival Film Internasional Jakarta/ JiFFest ke-7 telah berlangsung dari tanggal 9- 18 Desember 2005. Karena film- film dokumenter telah berkembang dengan pesat dalam lingkup dan popularitas dalam beberapa ahun terakhir ini, maka untuk pertama kalinya, tahun ini JiFFest membuat bagian khusus untuk film dokumenter. Untuk merayakan bagian khusus tersebut, semua film dokumenter diputar secara gratis.
JiFFest yang ke-7 dibuka dengan pemutaran film pemenang beberapa penghargaan dari Perancis/ Moroko, 'Le Grand Voyage' oleh sutradara Ismael Ferroukhi. Sedangkan JiFFest ditutup dengan pemutaran film yang terjual habis 'The Downfall', sebuah produksi Jerman dari sutradara Oliver Hirschbiegel.
Di tahun ke-7 ini, JiFFest telah berhasil menarik perhatian 47,000 penonton, jumlah tertinggi sampai saat ini.
2006: Tahun Lollipop
Jakarta International Film Festival (JiFFest) ke-8 berlangsung pada 8 – 17 Desember 2006. Lollipop yang penuh warna diangkat sebagai logo utama yang terpampang menyebar di Jakarta, merefleksikan tema penuh warna dari film-film yang diputar JiFFest pada Djakarta Theter XXI yang baru saja direnovasi, eX Studio XXI yang nyaman terletak, Kineforum TIM 21 dengan format barunya, dan pusat-pusat kebudayaan seperti GoetheHaus, Erasmus Huis, dan Istituto Italiano de Cultura. Lebih dari 230 film dari 35 negara dihadirkan untuk 63,000 penonton JiFFest tahun ini, sebuah kenaikan 34% dari 47,000 penonton di tahun 2005.
Untuk pertama kalinya, JiFFest menggelar Kompetisi Film Panjang Indonesia. 31 film Indonesia yang dirilis sepanjang tahun 2006 berkompetisi untuk mendapatkan US$ 5,000 yang diserahkan masing-masing untuk pemenang Sutradara Terbaik dan Film Terbaik. Para juri yang terdiri dari Teuoka Sozo (programmer Tokyo International Film Festival, Jepang), Jan Vandierendonck (Kepala Eurimage, Belgium) dan Andre Bennett (distributor, Canada)
Di luar dari kompetisi di atas, JiFFest dan Movies That Matter Foundation of Amnesty International turut menggelar kompetisi untuk film-film Human Rights. Penghargaan Movies That Matter Award jatuh pada A Hero’s Journey yang disutradarai Grace Phan dari Singapura dan mendapatkan uang sejumlah Euro 5,000 yang akan dialokasikan untuk pendistribusian film ini di Indonesia.
Festival dibuka oleh film Babel, arahan Alejandro Gonzalez Inarritu, yang memenangkan penghargaan Best Director di Cannes Film Festival. Dibintangi Brad Pitt dan Cate Blanchett, film tersebut menghibur para tamu JiFFest’s Red Carpet Opening Night Party yang diselenggarakan di Club XXI, Djakarta Theatre. Film penutup, Black Book, adalah film yang mewakili Netherland untuk Academy Awards 2007 kategori Best Foreign Language.
2007: Kuda Penuh Warna
Di tahun ke-9, Jakarta International Film Festival (JiFFest) diselenggarakan dari tanggal 7-16 Desember 2007. Sekitar 180 film dari 33 negara diputar di Djakarta XXI, Blitz Megaplex di Grand Indonesia, Kineforum di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan pusat kebudayaan Goethe Haus dan Erasmus Huis.
Selama 10 hari penyelenggaraan festival, JiFFest berhasil menghadirkan 54.000 penonton di seluruh pemutaran dan acara-acara JiFFest lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa JiFFest masih merupakan festival film internasional terbesar di Asia Tenggara.
Film-film seperti Perempuan Punya Cerita (film penutup) dan Persepolis (film pembuka) laris dalam waktu kurang dari seminggu sejak penjualan tiket JiFFest dibuka. Film-film lain yang juga banyak diserbu peminat film antara lain Into the Wild, No Country for Old Men, A Mighty Heart, dan film-film dokumenter seperti Deliver Us From Evil serta The US vs John Lennon.
Pemutaran gratis film-film Indonesia dan Asia Tenggara juga banyak dihadiri oleh penonton, seperti film The Photograph, yang disaksikan oleh penonton dengan jumlah yang jauh lebih banyak dari jumlah kapasitas kursi yang tersedia.
Pada malam pembukaan, Gubernur DKI Jakarta yang baru dilantik, Fauzi Bowo, menyatakan dukungan penuhnya kepada JiFFest selama masa pemerintahannya. Hal ini merupakan kabar baik bagi JiFFest, terutama menjelang penyelenggaraan JiFFest ke-10 tahun depan. Tahun ini JiFFest banyak menampilkan hal baru.
Untuk pertama kalinya, JiFFest memilih film animasi sebagai film pembuka (Persepolis), dan menempatkan film Indonesia baru sebagai film penutup (Perempuan Punya Cerita). Hal lain yang juga dilakukan JiFFest pertama kali adalah pengadaan program khusus pemutaran film-film Asia Tenggara dalam “A View from the SEA”. Program ini memutar film-film baru dari Asia Tenggara, kawasan yang banyak dipuji oleh pelaku film dunia sebagai salah satu kawasan film yang sangat berkembang pada tahun-tahun terakhir ini. Seluruh pemutaran film dalam program ini dilakukan secara gratis. Film-film seperti Flower in the Pocket (Malaysia), Singapore GaGa (Singapore), The Blossoming of Maximo Oliveros (Philippines) menuai komentar positif dari media dan penonton-penonton JiFFest.
Sebagai festival film berskala internasional yang paling atraktif di Asia Tenggara, JiFFest mampu menarik minat beberapa organisasi film internasional untuk bekerja sama, seperti AFI (American Film Institute) dengan AFI Project: 20/20 yang membawa film-film seperti American Fork, Big Rig, Spine Tingler: The William Castle Story, Afghan Muscles, Cyrano Fernandez, Please Vote For Me, dan Faro: Goddess of the Waters. Organisasi lain yang hadir di JiFFest adalah World Cinema Fund dari Berlin International Film Festival, yang menghadirkan film-film seperti Atos dos Homens, Naousse, El Otro, Rome Rather than You, El Custodio, Possible Lives dan Suely in the Sky.
Selain pemutaran film, penonton JiFFest juga menyaksikan pameran foto Behind-the-Scene, yang memperlihatkan proses pembuatan film-film Indonesia terbaru. Pameran ini diadakan di Hotel InterContinental MidPlaza, Djakarta XXI, dan Goethe Haus.
Acara lainnya adalah: Producer Panel, dengan moderator Shanty Harmayn dan dipandu oleh para produser film seperti Michelle Yeh dari Taiwan dan Lorna Tee dari Hong Kong; Documentary Panel, dengan moderator Shanty Harmayn dan dipandu oleh sutradara dokumenter Pimpaka Towira dari Thailand dan Tan Pin Pin dari Singapore; dan workshop “How to Package Your DVD Release”, yang dipandu oleh Jeffrey Schwarz, CEO of Automat Pictures dari Amerika Serikat.
Dengan keseluruhan rangkaian acara ini, JiFFest 2007 merupakan acara kebudayaan yang sukses digelar di Indonesia.
Analisa Unsur - Unsur Poster pada Poster JiFFest 2007
Abstrak
Within the development movies in these era globalization,
Inside of the poster there are heaps of substances, such as: color, typography, layout, image, headline and the other elements that contributing itself. that kind of substances are influenced the society to be interest and also giving them to response the poster.
From media promotion of JIFFEST, the one that are going to be observe is JIFFEST 2007 poster media promotion, with a theme "Cheerful Horse"
research subject we're going to be considered is analyzing substances in JIFFEST 2007 poster, influenced in the society especially the movie lover to attend this festival.
Dalam perkembangan dunia film di era globalisasi ini,
Dalam media poster banyak terdapat unsur – unsur di dalam nya seperti: warna, typografi, layout, image, headline, dan juga ornamen – ornamen yang mendukung poster itu sendiri. Unsur – unsur itu pula yang dapat mempengaruhi minat masyarakat dan juga memberikan rangsangan pada masyarakat untuk me respon poster itu sendiri .
Dalam media promosi dari JIFFEST ini sendiri, yang akan di teliti adalah media promosi poster JIFFEST tahun 2007, yang bertemakan nuansa kuda ceria.
Subyek penelitian yang akan kami angkat adalah analisa unsur – unsur poster pada media poster JIFFEST tahun 2007 ,pengaruh nya pada daya minat masyarakat terutama para pencinta film untuk menghadiri acara ini.
Keyword : unsur – unsur yang terkandung dalam poster, pengaruh pada minat masyarakat, acara JIFFEST